Day-2 (Part 2), Mengunjungi Rumah Adat Jaman Joseon Hingga Drama Hampir Nangis di Menara Seoul
Desember 17, 2019Bagian tengah rumah tradisional Korea |
Dear Bloggies,
Setelah mengunjungi Dongdaemun Design Plaza, kami memutuskan untuk langsung menuju tujuan selanjutnya, wisata heritage ke Namsangol Hanok Village. Udara musim dingin tampaknya tidak cocok bagi tubuh saya yang sudah mengenakan pakaian sampai lapis 3 termasuk jaket tebal. Kaki saya mulai kesemutan karena ukuran bootsnya yang ternyata kekecilan ketika menggunakan kaos kaki tebal musim dingin. Saya sempat menyesal karena telah sesumbar sebelum berangkat, bahwa saya akan bisa bertahan di udara musim dingin dengan badan yang se chubby ini, ternyata salah hahahhaa.
Sambil menahan dingin angin musim dingin di Seoul, saya berjalan cepat mengikuti langkah teman-teman saya. Semilir angin yang kering, cepat membuat kulit kami terasa kering dan perih, kami merapatkan jaket dan syall yang kami pakai untuk melindungi wajah dari keringnya angin musim dingin.
Namsangol Hanok Village
Halaman depan, sudah terlihat pucuk menara Seoul |
Gerbang utama Namsangol Hanok Village |
Desain atap rumah tradisional Korea |
Destinasi ini menjadi salah satu agenda wajib bagi kami ketika di Seoul, karena disini kita bisa sekaligus belajar tentang rumah tradisional Korea mulai dari rumah rakyat biasa sampai rumah para bangsawan. Namsangol Hanok Village terdiri dari kompleks rumah tradisional korea, sebuah pavilion besar, taman tradisional, panggung yang digunakan untuk pertunjukan tradisional dan sebuah time capsule plaza yang berisikan benda-benda yang menjadi saksi biksu lintas sejarah kota Seoul sendiri. Kata ‘hanok’ berarti ‘rumah tradisional Korea’, konsep desain hanok ini sendiri pertama kali dibuat dan dibangun pada abad ke 14 pada saat dinasti Joseon.
Ada semacam panggung besar yang terletak di bagian depan komplek bangunan |
Seperti inilah kira-kira konsep Baesanimsu |
Hanok menggunakan konsep desain baesanimsu, dimana desain rumah ideal adalah dengan latar belakang gunung dan sungai di bagian depan rumah. Setiap hanok yang ada di zaman tersebut memiliki karakteristik desain yang berbeda, tergantung area nya. Di daerah Selatan Korea, Hanok didesain lebih terbuka dan dengan bentuk L, sedangkan di daerah Utara Korea desainnya dibentuk kotak dengan area lapang di bagian tengah untuk menjaga suhu rumah agar tetap hangat selama musim dingin. Kami juga menjumpai tempat untuk menghukum para budak apabila mereka dianggap kurang ajar atau melanggar tata krama pada majikan mereka. Beberapa contoh media yang digunakan untuk menghukum para budak adalah kursi dan cambuk, sebuah dipan kotak besar beserta alat pukul nya, cukup seram melihat sistem perbudakan di zaman dulu.
Oiya, di rumah orang kaya raya biasanya memiliki kuil di bagian belakang rumah. Semacam bangunan besar yang digunakan sebagai tempat mereka mendoakan para leluhur dengan segala macam sesajiannya. Berbeda lagi dengan desain rumah rakyat biasa yang lebih sederhana, desain rumah tradisional Korea dibuat berdasarkan strata sosial mereka. Desain taman di kompleks perumahan tradisional itu juga sangat menarik, layaknya drama kolosal yang pernah saya tonton. Sayangnya, air sungainya beku, jadi kami tidak bisa melihat jernihnya air di sungai buatan di taman tradisional tersebut.
Sungai beku |
Coex Mall
Coex Mall Seoul merupakan mall perbelanjaan pertama yang membuka fasilitas mushala atau prayer room untuk wisatawan muslim. Didirikannya Mushala yang ada di Mall ini tidak lepas dari dukungan komunitas muslim local dan MICE Industry. Mushala nya terletak di lantai 3 di Coex Mall, kalian yang akan kesana bisa mengecek Coex Map di website atau mengecek langsung denah Mall di sana. Tempat sholat perempuan dan laki-laki dipisah dan mereka menyediakan perlengkapan sholat beserta Al-Quran dan arahan kiblatnya.
Mushola di Coex Mall, tempat wudhu nya terpisah ya, di kamar mandi dekat Mushola |
Bagian dalam mushola, adem banget dan nyaman |
Lengkap dengan Sajadah, Al-Quran beserta mukena |
Psst, ada public library yang sangat sangat sangat besar di tengah Coex Mall. Public library tersebut bisa diakses oleh seluruh pengunjung mall dengan arahan dari penjaga perpusatakaan disana lho. Perpustakaan itu juga ramai dengan pengunjung, dan satu lagi, saya cukup kagum dengan attitude mereka yang membaca disana untuk mengembalikan buku pada tempatnya, dan tidak mengotori buku yang sedang mereka baca. Sebuah kebudayaan yang WAJIB DICONTOH. Usai menunaikan kewajiban 5 waktu dan melepas penat sebentar, kami bertolak ke destinasi selanjutnya, Namsan Tower.
Namsan Tower (N Seoul Tower)
Bangunan menuju Namsan Tower |
Awalnya saya merasa baik-baik saja, tapi setelah berjalan menanjak cukup lama, akhirnya saya hampir menangis dan menyerah. Rute yang kami ambil termasuk sepi, karena tidak ada turis lain selain kami, yang melewati jalur ini. Seingat saya, ada jalur lain selain ini, tapi karena sudah tidak bisa berpikir jernih, saya pun berusaha setengah mati sampai mau nangis untuk mencapai loket masuk ke N Seoul Tower. Keringat bercucuran, kaki yang mulai gemetar menahan dingin dan perihnya hidung karena ingus yang terus menetes, menjadi gambaran epic perjuangan saya menuju N Seoul Tower.
Ini masi awal tanjakan, huhuhuhu |
Saya menghabiskan satu botol air mineral karena sebegitu lelahnya mendaki, ditengah perjalanan saya merutuk pada diri sendiri, kenapa saya mau mendaki sesusah ini Tuhan!!!!! (lebay sih hahahaha). Sesampai di loket cable car, kami harus membeli tiket terlebih dahulu. Untuk round-trip cable car dibanderol dengan harga 9,500 KRW buat orang dewasa, cukup ekonomis dibandingkan ketika kita hanya membeli one-way ticket.
Cable car N Seoul Tower |
FYI, kalian akan melihat N Seoul Tower berganti warna setiap malamnya. Perubahan warna yang ada kalian lihat di N Seoul Tower merupakan tanda kualitas udara yang ada di Kota Seoul ini, setiap warna memberikan tanda tertentu.
Atap gazebo yang ada di halaman Namsan Tower |
Sunset |
Gemerlap hingar bingar kota Seoul terlihat indah dari menara Namsan ini. Saya bisa melihat banyaknya pasangan yang menikmati keindahan kota Seoul pada malam hari, beberapa dari mereka tampak memasang gembok cinta yang ada di sepanjang pagar menara Namsan. Tanpa diundang, ingatan saya tentang N Seoul Tower membanjiri otak, saya yang dulu bela belain belanja gantungan handphone couple golongan darah, yang sempat berniat memasang gembok disana, dan tingkah naïve lainnya, hahahaha, betapa bucin nya diri ini.
Angin malam semakin brutal menembus tulang, sehingga kami memutuskan untuk mencari tempat makan malam yang nyaman atau jajan street food enak. Meet Myeong-dong Street Food! Distrik yang terkenal sebagai salah satu destinasi WAJIB bagi wisatawan mancanegara di Seoul.
0 comments